BPKAD MUARO JAMBI

Faktahitam.com-

Konstitusi, untuk Siapa Sebenarnya?Ika pebrianti Fakultas syariah


Faktahitam.com-
JAMBI,Setiap kali bangsa ini memasuki masa politik yang panas, satu kata selalu muncul: konstitusi. Kata itu terdengar sakral, berat, dan seolah tak boleh diganggu. Namun ironisnya, justru di saat-saat seperti inilah konstitusi paling sering ditarik-tarik sesuai kepentingan.



Aturan bisa berubah cepat. Tafsir bisa bergeser halus. Semua tampak sah di atas kertas. Tapi di lapangan, masyarakat bertanya-tanya: mengapa hukum terasa semakin jauh dari rasa keadilan? Mengapa keputusan besar selalu datang tiba-tiba, tanpa ruang bagi publik untuk benar-benar didengar?



Pemilu, yang seharusnya menjadi pesta demokrasi, kini sering dipenuhi kegelisahan. Bukan karena rakyat tidak siap memilih, tetapi karena aturan mainnya terasa tidak konsisten. Ketika hukum pemilu berubah di tengah jalan, kepercayaan publik ikut goyah. Demokrasi pun terasa lebih sebagai prosedur daripada proses yang jujur.



Di tengah situasi itu, Mahkamah Konstitusi berdiri di titik yang krusial. MK bukan sekadar lembaga hukum, melainkan harapan terakhir banyak warga negara. Namun ketika putusannya menimbulkan kecurigaan dan perdebatan tajam, yang dipertanyakan bukan hanya amar putusan, melainkan keberpihakan konstitusi itu sendiri.



Relasi Presiden dan DPR juga tak luput dari sorotan. Fungsi pengawasan yang seharusnya keras sering terdengar lirih. Undang-undang disahkan cepat, kritik dianggap gangguan, dan partisipasi publik menjadi formalitas. Kekuasaan yang seharusnya saling mengontrol justru tampak saling menguatkan.



Di sinilah persoalannya menjadi sangat nyata. Konstitusi seolah hidup di ruang elite, sementara rakyat hanya merasakan dampaknya. Hak-hak dasar, keadilan, dan kepastian hukum sering menjadi korban dari keputusan yang terlalu politis dan kurang konstitusional.



Padahal, konstitusi tidak pernah diciptakan untuk melayani kekuasaan. Ia lahir untuk membatasi kekuasaan. Ketika konstitusi kehilangan fungsi itu, demokrasi berubah menjadi panggung, dan rakyat hanya penonton.



Pertanyaannya sederhana, tapi mendasar: konstitusi ini sedang dijaga, atau sedang dipermainkan? Jawabannya akan menentukan apakah demokrasi kita masih punya arah, atau sekadar berjalan karena kebiasaan.

Redaksi 

Terkini